Quantcast
Channel: Komentar untuk KabarNet
Viewing all articles
Browse latest Browse all 30460

Komentar di Islam vs Ahmadiyah oleh Sofyan Syarif

$
0
0

Martin berkata

=====
@ya saya setuju dengan syofian syarif saya mengakui kalau Imam Mahdi adalah utusan Allah, tapi kita harus menyelidiki juga Imam Mahdi itu diutus sebagai apa ?? makanya kita membahas hadist, yang berkenaan dengan Imam Mahdi, untuk mirza ghulam itu apakah benar dia adalah Al-Mahdi itu harus dilakukan penelitian berdasarkan Al-quran dan Hadist, makanya dalam WEB ini yang dipermasalahkan adalah kebenaran. kira-kira cocok tidak Mirza Ghulam itu di akui sebagai Imam Mahdi. sebenarnya tidak pantas kita sama-sama muslim bertengkar di WEB ini, karna kita sama-sama membahas Al-Quran dan Hadist. kecuali dengan Yahudi, Nasrani, Kaum Atheis dan sebagainya. kalau saudara mengakui Muhammad adalah penutup nabi dan rasul untuk apa lagi kita perdebatkan, berarti saudara syofian syarif mengakui juga tidak ada nabi dan rasul sesudah nabi muhammad.
=====

Pernahkan saudara Martin membaca yang berikut ini:

PERNYATAAN HADHRAT MIRZA GHULAM AHMAD
TENTANG STATUS YANG DISANDANGNYA

Aku bersumpah atas nama Dia bahwa seperti Dia telah bermukaalamah-mukhaathabah dengan Ibrahim as, kemudian dengan Ishak as, dan dengan Yusuf as, dan dengan Musa as, dan dengan Masih Ibnu Maryam as, dan sesudah beliau-beliau itu dengan Nabi kita Muhammad saw, yang demikian rupa keadaannya hingga kepada beliau telah turun wahyu yang paling cemerlang dari semuanya dan paling suci pula. Begitu pula Dia telah menganugerahkan kehormatan mukaalamah-mukhaathabah kepada diriku. Akan tetapi kehormatan ini kuperoleh hanya semata-mata karena mengikuti Rasulullah saw.

Seandainya aku bukan umat Rasulullah saw dan tidak mengikuti beliau, maka sekiranya ada amal-amalku besarnya seperti sejumlah gunung-gunung, namun demikian sekali-kali aku tidak akan mendapat kehormatan mukallamah mukhatabah itu. Sebab, pada waktu sekarang, kecuali kenabian Muhammad, semua kenabian sudah tertutup.

Nabi yang membawa syariat tidak dapat datang lagi, akan tetapi nabi yang tidak membawa syariat adalah mungkin, namun syaratnya ialah ia ummati (bukan dari umat lain). Ringkasnya, atas dasar itu, aku adalah ummati, lagi pula nabi. Dan kenabianku, yakni mukaalamah-mukhaathabah Ilahiyah adalah bayangan dari kenabian Rasulullah saw dan tanpa itu kenabianku tiada artinya. (TajalliyatiIlahiyyah / Penampakan Kebesaran Tuhan, hal. 38-39)

Sekilas Keyakinan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as

1. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jamaah Ahmadiyah, meyakini dan menyatakan dengan tegas bahwa keimanannya kepada Khatamun-Nubuwwah Nabi Muhammad Rasulullah saw. Beliau as berulang-ulang mengemukakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah manusia pilihan Allah, dan betul-betul Khataman-Nabiyyin.

HMG Ahmad as bersabda:
“Tidak ada kitab kami selain Al – Qur’an Syarif dan tidak ada Rasul kami
kecuali Muhammad Mustafa saw. Tidak ada agama kami kecuali Islam dan kita mengimani bahwa Nabi kita, Muhammad saw adalah Khaatamul Anbiya’ dan Al Qur’an Syarif adalah Khaatamul Kutub. (Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld.5, No.4)

“Dengan sungguh-sungguh saya percaya bahwa Nabi Muhammad saw adalah Khatamul Anbiya. Seorang yang tidak percaya kepada Khaatamun Nubuwwah Nabi Muhammad Rasulullah saw adalah orang yang tidak beriman dan berada diluar lingkungan Islam”. (Taqrir Wajibul I’lan, 1891)

“Inti dari kepercayaan saya ialah: Laa Ilaaha Illallaahu, Muhammadur-Rasulullaahu (Tak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah). Kepercayaan kami yang menjadi pergantungan dalam hidup ini, dan yang pada-Nya kami, dengan rahmat dan karunia Allah, berpegang sampai saat terakhir dari hayat kami di bumi ini, ialah bahwa junjungan dan penghulu kami Nabi Muhammad saw adalah Khaataman-Nabiyyin dan Khairul Mursalin, yang termulia dari antara nabi-nabi. Di tangan beliau saw hukum syari’at telah disempurnakan. Karunia yang sempurna ini pada waktu sekarang adalah satu-satunya penuntun ke jalan yang lurus dan satu-satunya sarana untuk mencapai “kesatuan” dengan Tuhan Yang Maha Kuasa”. (Izalah Auham, 1891 hal.137)

“Martabat luhur yang diduduki junjungan dan penghulu kami, yang terutama dari semua manusia, Nabi yang paling besar, Hadrat Khaatamun-Nabiyyin saw telah berakhir dalam diri beliau saw yang didalamnya terhimpun segala kesempurnaan, dan yang sebaliknya tidak dapat dicapai manusia”. (Taudhih Marram, 1891, hal. 23)

“Yang dikehendaki Allah supaya kita percaya hanyalah ini, bahwa Dia adalah Esa dan Muhammad saw adalah Nabi-Nya, dan bahwa beliau adalah Khaatamul-Anbiya dan lebih tinggi dari semua makhluk”. (Kistii Nuh, 1902, hal.15)

“Saya katakan dengan sejujurnya bahwa kami dapat berdamai dengan ular berbisa dan serigala buas, tetapi kami tak dapat berkompromi dengan orang yang melakukan serangan-serangan keji terhadap Nabi Muhammad saw yang kami cintai, orang yang lebih kami hargai dari kehidupan kami dan orang tua kami”. (Paigham-i-Sulh, 1908, hal. 30)

“Sekiranya orang-orang ini membantai anak-anak kami di muka mata kami dan mencincang apa-apa yang kami kasihi sampai berkeping-keping dan membuat kami mati dengan hina dan malu dan merampas semua harta dunia kami, maka demi Tuhan, semua itu tidak akan begitu menyakitkan hati kami seperti yang kami alami atas cacian dan hinaan yang dilancarkan kepada Nabi kami, Muhammad saw”. (Ainnah Kamalat-e-Islam, 1893, hal. 52)

“Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya kami beriman kepada Allah sebagai Tuhan, dan Muhammad saw adalah seorang nabi, serta kami beriman bahwa beliau saw adalah Khaataman-nabiyyin”. (Tuhfat-u-Baghdad, hal.23)

2. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Pendiri Jamaah Ahmadiyah, juga meyakini “Khaataman-Nabiyyin” berarti nabi terakhir, penutup segala nabi, tidak akan ada lagi nabi, baik nabi lama mupun nabi baru.

HMG Ahmad as bersabda:
“Apa yang Tuhan kehendaki dari dirimu berkenaan dengan segi kepercayaan hanyalah demikian : Tuhan itu Esa dan Muhammad saw adalah nabi-Nya serta Khaatamul Anbiya, lagi beliau saw adalah yang termulia. Sesudah beliau saw, kini tiada nabi lagi kecuali yang secara buruzi (bayangan) dikenakan jubah Muhammadiyat”. (Bahtera Nuh, hal. 24)

“……….Untuk sampai kepada-Nya, semua pintu tertutup, kecuali sebuah pintu yang dibukakan oleh Al Quran Majid. Dan semua kenabian dan semua Kitab-kitab yang terdahulu tidak perlu lagi diikuti, sebab kenabian Muhammadiyah mengandung dan meliputi kesemuanya itu. Selain ini, semua jalan tertutup. Semua jalan yang sampai kepada Tuhan terdapat didalamnya. Sesudahnya tidak akan datang kebenaran baru, dan tidak pula sebelumnya ada suatu kebenaran yang tidak terdapat didalamnya. Sebab itu, diatas kenabian ini habislah semua kenabian. Memang, sudah sepantasnya demikian, sebab sesuatu yang ada permulaannya, tentu ada pula kesudahanya”. (Al-Wasiat, hal.24-27)

“Ya, karena segala keperluan telah sempurna, maka syariat serta hukum-hukum pun telah sempurna. Dan seluruh kerasulan serta kenabian telah mencapai kesempurnaannya pada titik yang terakhir dalam wujud junjungan kita Nabi Muhammad saw”. (Filsafat Ajaran Islam, hal. 68-69)

“Sebab itu, diatas kenabian ini habislah semua kenabian. Memang, sudah sepantasnya demikian, sebab sesuatu yang ada permulaannya, tentu ada pula kesudahannya”. (Al-Wasiat, 2006, hal.24)

“Dan hakikat yang sebenarnya, saya berikan kesaksian sepenuhnya, Nabi kita, Muhammad saw, adalah Khaatamul Anbiyaa dan sesudah beliau saw, tidak ada lagi nabi yang datang, baik nabi lama maupun nabi baru. (Anjam-e-Atham, catatan kaki, hal. 27-28).

3. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as meyakini bahwa Khaataman-Nabiyyin berarti penutup segala nabi, nabi terakhir, tetapi tidak menolak jika Khaataman-Nabiyyin mempunyai Arti Lain.

Selain meyakini Khaataman-Nabiyyin berarti penutup segala nabi, nabi terakhir, tidak akan ada lagi Nabi, baik nabi lama atau pun nabi, sesuai dengan kaidah bahasa dan ilmu tafsir, juga sesuai dengan asbabun-nujul ayat Khaataman-Nabiyyin (Al-Ahzab : 40), HMG Ahmad as, Pendiri Ahmadiyah, tidak menolak jika Khaataman-Nabiyyin mempunyai arti lain, seperti: yang paling mulia, yang paling afdhal, dan yang paling semurna.

HMG Ahmad as bersabda:
“Sedikitpun tidak diragukan lagi, Nabi Muhammad saw adalah terbaik diantara seluruh makhluk. Paling mulia diantara yang mulia dan inti orang-orang yang terpilih. Segala sifat baik yang terpuji, pada diri beliau-lah puncaknya. Dan anugerah/nikmat yang ada pada setiap zaman, telah berakhir dalam diri beliau saw. Beliau saw adalah yang terbaik dari semua orang yang mendapat qurub Ilahi sebelumnya. Dan keunggulan beliau karena kebaikan-kebaikan, bukan karena zaman. Wahai Tuhanku, turunkanlah berkat-berkat abadi kepada Nabi-Mu selamanya di dunia ini dan di hari kebangkitan kedua”. (Ainah Kamalaat-e-Islam, hal. 594-596)

“Cahaya derajat tinggi yang telah dianugerahkan kepada manusia, yakni kepada Insan Kamil (Nabi Muhammad Rasululullah saw), tidak didapati dikalangan para malaikat, tidak didapati pada bintang-bintang, tidak didapati pada matahari, tidak didapati pada samudera-samudera dan lautan-lautan di bumi, tidak ditemukan pada batu ruby, permata, zamrud, maupun intan. Ringkasnya, cahaya itu tidak didapati pada benda apa pun di bumi dan di langit. Hanya di dapati pada manusia, yakni Insan Kamil (manusia sempurna), dalam bentuknya yang paling lengkap, paling sempurna, paling tinggi dan paling mulia, yakni : Sayyidul Anbiya Sayyidul Hayaa Muhammad Musthafa saw”. (Ainah Kamalaat-e-Islam, hal. 160-161).

“Yang memiliki kemuliaan paling tinggi saat ini adalah dia yang bernama Musthafa. Dia adalah Nabi golongan yang benar dan suci. Darinya mengalir kebenaran dengan deras. Dari wujudnya terpancar aroma kebenaran. Padanya berakhir segala kemuliaan nabi. Imam yang memiliki rupa suci dan perilaku yang suci”. (Dhiyaaul Haq, hal. 4)

“Yang mulia Sayyidinaa Muhammad Mushtafa saw memiliki bagian paling agung dan paling besar dari fitrat Ruhul Qudus. Di dunia ini hanya Muhammad Mushtafa saw yang telah tampil sebagai ma’shum kamil”. (Tohfah Golerwiyah, hal. 238)


Viewing all articles
Browse latest Browse all 30460

Trending Articles